Jumat, 03 Februari 2012

OPINI

PENDIDIKAN GRATIS YANG BERKEADILAN, MUNGKINKAH?
Oleh Eko Martoko, S. Pd*)
          Menyoal pendidikan gratis bagi siswa, baik di level SD maupun SMP secara global tentunya tidak terlepas dari adanya kucuran dana BOS (Bantuan Operasional Siswa) yang digelontorkan Pemerintah melalui Kemendiknas. Apalagi sekarang Pemerintah mengupayakan pendidikan dasar Sembilan tahun gratis pada tahun 2012 dengan kucuran dana sekitar 25 Trilyun, seperti yang diungkapkan oleh Mendiknas Muh. Nuh baru-baru ini usai rapat kerja denga komisi X DPR.  Ini adalah sebuah kabar baik bagi masyarakat Indonesia, paling tidak rakyat akan bernafas lega ketika akan menyekolahkan anaknya pada jenjang SD sampai SMP. Yang menjadi persoalan adalah ketika masyarakat mendapat bantuan BOS oleh pemerintah, apakah semua masyarakat sudah layak mendapatkan bantuan pendidikan tersebut dengan menyamaratakannya tanpa adanya mekanisme yang tepat sehingga pemberian bantuan terkesan kurang adil bagi semua siswa?
Tujuan pemerintah tentunya perlu kita respon dengan positif mengingat bahwa organisasi PGRI  sebagai wadahnya komunitas guru melalui pengurusnya pernah  mengusulkan  adanya perbaikan anggaran Pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sebagai realisasinya pemerintah mengabulkan melalui penambahan anggaran tersebut. Sasaran dari kucuran dana BOS adalah masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pada realitanya, kucuran dana tersebut memang membantu bagi para orangtua siswa yang kurang mampu untuk dapat menyekolahkan anaknya, namun ketika sumbangan itu dipukul rata tanpa adanya batasan kelayakan penerima BOS, akan menimbulkan kecemburuan bagi kalangan lain dari orang tua murid, mengapa anak seorang Pejabat , bahkan anak seorang Bupati untuk di tingkat kabupaten pun masih mendapat bantuan BOS padahal orangtuanya mampu bahkan sangat mampu atau bila perlu menyubsidi yang tidak mampu?.  Apakah bantuan tersebut sudah dianggap adil bagi sebagian masyarakat miskin yang memang sangat pantas untuk menerimanya? Apakah pengertian adil itu samarata seperti yang diklaim sebgai sistem Ideologi Komunis? Bukankah ideologi kita Pancasila yang menerapkan bahwa adil itu sesuai dengan kapasitasnya, dan proporsional? Apakah regulasi yang ada sudah berkeadilan?
Regulasi pemerintah daerah (Kabupaten dan Kota) tentang pemberian bantuan gratis bagi masyarakat memang berbeda-beda. Sebuah prestasi  dan pencitraan yang baik ketika regulasi itu berpihak kepada kepentingan publik  yang notabene adalah masyarakat di lingkungan pemerintahan kabupaten tersebut. Kucuran dana BOS yang didapat oleh masyarakat memang ada dua jenis yang diambil dari dana APBD dan APBN yang disalurkan melalui pemerintah daerah (pemkab/Pemkot), namun pada pelaksanaan  peruntukannya sama bagi kepentingan pendidikan gratis bagi siswa.
Ketika pemerintah   mengucurkan dana BOS bagi masyarakatnya, apakah dampak sosial dan psikologisnya sudah dikaji, sehingga pemberian bantuan ini bersifat bantuan dan bukan bersifat melenakan bagi orangtua untuk memenuhi kewajibannya dalam menafkahi anaknya di bidang  pendidikan?
Realitas yang terjadi di lapangan,  umumnya masyarakat memandang bahwa dengan adanya bantuan tersebut segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan kemajuan sekolah dianggap gratis, sehingga cenderung kurang ada usaha untuk berperan serta dalam memajukan dunia pendidikan (sekolah) melalui bantuan baik bersifat finansial maupun kontribusi pikiran sehingga sangat mengandalkan sekali terhadap bantuan BOS. Suatu kasus yang dapat dianalogikan, ketika sekolah tertentu membutuhkan biaya yang memang tidak terkaper dalam dana subsidi BOS untuk membangun pagar demi keamanan sekolah dan warga sekolahnya, sementara  regulasi yang ada melarang adanya iuran yang bersifat kesepakatan, dan masyarakatpun memandang bahwa itu sudah didanai dari uang BOS,  menjadikan dilematis bagi stick holder sekolah tersebut beserta guru-gurunya. Di satu sisi pihak sekolah ingin memajukan sekolah dari segi prasarana (fisik) demi kondusifitas pembelajaran, namun alokasi dana tidak ada, dan ketika akan memusyarahkan dengan pihak komite beserta masyarakat dalam forum, pihak sekolah merasa khawatir akan menjadi problem dikemudian hari karena mengingat regulasi yang ada akan berdampak terhadap kondite sekolah. Di lain sisi masyarakat akan beranggapan bahwa tidak perlu untuk ikut dalam mencari solusi pembiayaan karena hal itu dianggap kewenangan sekolah dan anggaran sudah ada dari BOS, karena pemerintah melarang adanya pembebanan biaya kepada masyarakat. Ironis memang.
Berbicara regulasi, tentunya ada korelasi dengan kebijakan lokal Pemerintah Kabupaten Karawang melalui Surat Edaran Bupati Karawang Nomor: 420/5370/Disdik tanggal 30 Nopember 2007 tentang larangan pungutan di sekolah, dan Surat Edaran  Kadisdik kabupaten Karawang Nomor: 420/1009/TU/2009 tanggal 1 Juni 2009 tentang himbauan kegiatan akhir semester tahun ajaran, yang secara substansi kedua regulasi tersebut melarang  pungutan kepada siswa dengan tanpa kecuali karena alasan sudah discover dari dana BOS dan subsidi untuk infrastruktur melalui dana APBD dan DAK. Dampak positifnya masyarakat merasa terbantu atas beban biaya pendidikan, dampak negatifnya adalah rendahnya kepekaan dan kepedulian orangtua siswa terhadap kepentingan atau kebutuhan sekolah bagi perkembangan kemajuan akademik anaknya karena beranggapan bahwa masyarakat tidak perlu untuk andil dalam berperan membangun sekolah terutama menyangkut kebutuhan finansial. Ini sangat paradoks dan kontraproduktif dengan kebijakan yang digulirkan oleh kemendiknas yang mempersilakan bagi tiap orangtua untuk memberikan kontribusinya bagi perkembangan kemajuan sekolah di luar dana BOS yang telah dikucurkan  dengan catatan tidak memberikan sumbangan yang bersifat mengikat. Di samping itu, regulasi yang ada bersifat sepihak tanpa memperhatikan dampaknya terhadap perkembangan dunia pendidikan khususnya di kabupaten Karawang,  sehingga terkesan berbenturan dengan  program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang digulirkan kemendiknas  yang memberdayakan sekolah dengan memberikan otonomi seluas-luasnya  dalam memberdayakan sekolah dengan lingkungannya sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan pada masing-masing satuan pendidikan tersebut. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bagian penjelasan Pasal 51 Ayat 1 yaitu:
Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan”. Definisi MBS diuraikan lebih rinci sebagai suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk melakukan redesain terhadap pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan pada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat (Fattah, 2004).
Dengan demikian dan tidak bermaksud untuk membenturkan antar kebijakan pemberian bantuan gratis bagi siswa melalui dan BOS dengan kebijakan Pemkab Karawang melalui Perda yang mengatur tidak boleh memungut bayaran atau iuran sama sekali serta substansi MBS,  perlu kiranya kita merefleksikan apakah sudah efektif substansi dari regulasi Pemkab karawang dan instansi terkait bagi perkembangan dunia pendidikan di Kabupaten Karawang dalam rangka akselerasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui jalur pendidikan yang tentunya ditentukan oleh sarana dan prasarana /infrastruktur yang memadai? Apakah sudah berpihak dan berkeadilan pemberian sekolah gratis melalui sumbangan dana BOS dan pembebasan biaya bagi siswa yang mampu dan tidak mampu? Apakah dengan melarang sama sekali tidak boleh adanya partisipasi dari orang tua siswa terhadap sekolah dalam perannya memajukan dunia pendidikan bersama-sama dengan sekolah sudah efektif? Bukankah siklus pendidikan berlangsung selama hayat, dan selama itu pula bangunan dan aktifitas pembelajaran akan selalu berjalan di sekolah? Kalau demikian faktanya, bukankah bangunan sekolah yang sudah bagus dan permanen membutuhkan biaya perawatan yang memang tidak terkaper dalam anggaran BOS? Lantas mau mengambil dari mana kebutuhan biaya perawatan dan yang lainnya yang tidak terkaper dari BOS agar pembelajaran berjalan kondusif tanpa ada hambatan akan takutnya kerusakan bangunan sekolah kalau kebijakan yang ada sekarang melarang adanya partisipasi masyarakat(orangtua siswa) untuk ikut membantu merawat bangunan sekolah sebagai asset bangsa?
Alangkah indahnya ketika kebijakan pemerintah Kabupaten Karawang untuk membebaskan siswa dari beban biaya sekolah melalui kucuran dana BOS diimbangi dengan regulasi yang mengatur tentang perlunya peran serta orangtua murid terhadap kemajuan sekolah  sehingga timbulnya hubungan yang harmonis dan selaras  dengan  program Manajemen Berbasis Sekolah, serta regulasi tentang subsidi silang bagi siswa yang mampu terhadap siswa yang tidak mampu sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan harapan karena perimbangan dana yang memadai bagi pemenuhan kebutuhan operasional sekolah dan pemeliaharaan bangunan sekolah.
Ada beberapa solusi yang berkenaan dengan regulasi Pemkab Karawang tentang larangan meminta sumbangan kepada siswa dalam bentuk apapun dengan pemberian dana BOS kepada siswa sehingga tercipta kondusifitas pendidikan yang berkeadilan  dan proporsional berdasarkan skala kebutuhannya, diantaranya:
1.      Regulasi yang memasung peran serta masyarakat bagi kemajuan pendidikan segera di tinjau ulang atau direvisi klausul yang kontraproduktif dengan program MBS
2.      Adakan revitalisasi program MBS yang selama ini terkesan antara ada dan tiada melalui kebijakan lokal sehingga sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan formal mempunyai otonomi penuh dalam menerapkan kebijakan pendidikan dan memberdayakan warga sekolah beserta Komite Sekolah dan masyarakat sehingga terjadi sinergitas dalam upaya memajukan sekolah sebagai satu satuan pendidikan tanpa adanya dikotomi dan perbedaan persepsi tentang arti dari MBS itu sendiri. Dengan berjalannya MBS diharapkan mampu meringankan beban pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menata kebijakannya berkaitan dengan pemenuhan bantuan gratis bagi siswa sehingga beban anggaran yang tidak terkaper dalam BOS dapat diselesaikan melalui pemberdayaan elemen yang kompeten dan terkait pada satuan pendidikan sesuai dengan pengertian  MBS.
3.      Harus diadakan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat baik oleh pemerintah, instansi pendidikan, organisasi profesi  atau pelaku pendidikan sehingga mereka mendapatkan gambaran bantuan bos dan peruntukkannya yang sesuai dengan kapasitas bantuan BOS, tidak menimbulkan kecemburuan sosial bagi kelompok masyarakat marginal yang lebih layak mendapatkannya tetapi tetap mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap perkembangan kemajuan sekolah baik dari sisi kualitas akademis maupun kualitas non akademis disamping infrastruktur  sekolah secara bersama –sama dengan masyarakat lain  yang lebih mapan.
4.      Berikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk mengambil regulasi berkenaan dengan kebutuhan sekolah yang tidak terkaper dari dana BOS sesuai dengan peranan sekolah berdasarkan MBS asal tidak bertentangan dengan undang-undang dan peruntukannya/alokasinya jelas dengan mekanisme yang prosedural
5.      Harus adanya monitoring dan evaluasi yang berkala kepada satuan pendidikan dari instansi/pihak yang kompeten dan bila perlu berkolaborasi dengan elemen lain yang peduli terhadap pendidikan dengan action yang sungguh-sungguh serta mengesampingkan laporan Asal Bapak Senang (ABS) sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sekolah yang tidak terkaper dari dana BOS dan juga penyaluran dana BOS regular yang sudah ada
6.      Adanya regulasi atau payung hukum dari pemerintah Kabupaten Karawang tentang mekanisme penyaluran subsidi silang dari pemerintah Kabupaten bagi kelompok siswa  mampu sehingga tidak menimbulkan persepsi yang salah di kalangan masyarakat atau komunitas tertentu yang peduli dengan dengan pendidikan dan penyaluran subsidi silang dapat dilaksanakan tepat sasaran.

*) Penulis adalah guru SDN Kutagandok IV
    guru SMK Ristek Karawang
    sekretaris PGRI Kecamatan Kutawaluya


0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More